28 September 2008

Mukaddimah

Segala puji bagi Allah. Hanya Dialah yang mampu mempergilirkan malam dan siang. Dialah Tuhan yang menjadikan kehidupan manusia, agar nampak siapa yang jujur keimanannya, dan siapa pendusta diantara mereka. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpah bagi Rasulullah S.A.W.

Hari berganti hari. Minggu, bulan, dan tahun terus kejar-mengejar. Sebagaimana hari-hari sebelumnya, roda dakwah masih saja berputar, berlari memacu adrenalin dalam dirinya. Dia tidak pernah perduli akan banyaknya sumpah serapah yang ditujukan padanya. Dia juga seolah menulikan telinganya pada keluhan-keluhan orang-orang yang memanggulnya, entah sudah berapa banyaknya. Dan memang begitulah dia mengikrarkan dirinya pada mereka: Dengan atau tanpamu, aku akan tetap berjalan.

Dakwah Rasulullah ini akan senantiasa bergulir, bak rantai yang saling mengikat dan menyambung. Inilah dakwah kita. Dakwah yang secara turun temurun diwariskan oleh Rasulullah dan para kesatria agungnya (Sahabat ), hingga sampai pada kita. Padaku, dan padamu. Inilah cahaya yang tidak pernah mati, bahkan ia terus hidup. Dialah pohon yang tumbuh menancap di bumi, menjulang tinggi menembus langit-langit cahaya...

Dalam al Qur’an Allah berfirman :

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik[786] seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.Dan perumpamaan kalimat yang buruk[787] seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu[788] dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang dia kehendaki.” ( Qs. Ibrahim).

Inilah hidup kita, dan dakwah kita itu adalah hidup kita sebenarnya. Bukankah kita telah mengucap sumpah setia bahwa jihad adalah jalan juang kita. Dan satu diantara jihad kita, adalah dakwah ini.

Namun, bukalah mata kita dan saksikan apa yang terjadi. Yang terlihat kenapa dakwah ini kian hari kian berat, bukan karena setumpuk permasalahan yang menjadi ancaman, tapi kita sendirilah yang masih terbebani dengan dakwah-dakwah kita. Antara keraguan untuk berbuat juga antara kekhawatiran salah dan kalah. Hingga yang muncul adalah pertanyaan-pertanyaan yang kita buat sendiri, sementara jawaban-jawaban tidak pernah diberikan...Bebaskanlah diri kita... Kadang kita menjadi kaku di tengah dinamika dan tusukan zaman. Atau kita sendiri yang tidak berani berfikir untuk ” bebas”. Kita adalah manusia merdeka.

Dakwah adalah realisasi. Bukti real penyampaian kebenaran islam. Yang terlihat, kita kesulitan memasifkan rekruitmen yang menjadi pintu gerbang pemasukan kader. Kenapa saat-saat ini, tidak ada bukti riil keberhasilannya...kenapa rekruitmen hanya bisa menghasilkan 3, 4 atau 5 kader halaqoh saja pada tiap generasi angkatannya.Tentu ada yang salah...Apa itu? Itulah Pe-eR kita. Wallahu ’A’lam Bishshowaab.


Jika dakwah bebannya berat, maka jangan minta beban itu diringankan. Tapi mintalah punggung yang kuat untuk menopangnya

Biarlah, Hanya Allah yang Mengenalku


"Tu'rafuna fi Ahlis-sama' wa tukhfuna fi ahlil ardli",
"Berusahalah kalian dikenal oleh penduduk langit, meskipun tidak satupun penduduk bumi yang mengenalmu". Begitulah sebuah pesan agung yang disampaikan oleh seorang ulama salaf. Sulit. Dan harus kita akui itu memang luar biasa sulit. Tapi begitulah tabiatnya, bahwa kesulitan itu berbanding lurus dengan hasil diperoleh. Semakin tinggi pohon, semakin besar angin menghembusnya. Menjadi manusia-manusia yang berselera tinggi bukanlah perkara mudah. Ya, selera tinggi. Dikenal penduduk langit. Cukup itu. Menjadikan diri alergi akan pujian manusia. Dikenal oleh penduduk langit. Cukup itu. Ya, itulah yang primer dan selain itu sekunder.

Merekalah manusia-manusia yang berusaha menyembunyikan amalnya. Mereka bekerja di tengah keheningan. Dikala para mata terlelap, mata mereka basah akan ketundukan yang teramat sangat. Dikala tubuh-tubuh hanyut terbuai mimpi, mereka tegak berdiri. Merekalah karang. Mereka adalah gunung yang kokoh menjulang, karena cintanya hanya pada yang Maha Perkasa. Tanpa sorotan kamera penduduk bumi. Tiada pernah menjadi headline pada bacaan-bacaan picisan manusia. Sungguh, selera yang teramat tinggi. Amalnya nampak ataupun tidak, tidak ada bedanya bagi mereka.

Merekalah yang tidak disilaukan celoteh-celoteh balita yang berebut segenggam perkara dunia. "Sungguh, jika dunia itu lebih berharga dari sebuah sayap nyamuk, pasti orang-orang kafir itu tidak akan memperoleh rizqi Allah", prinsip itulah yang menancap dalam di ubun-ubunnya. Dunia adalah persinggahan, tidak lebih. Maka merekalah orang-orang yang paling bahagia. Selain Allah remeh. Selain Allah kecil.

Allah sajalah yang mengetahui desiran hati. Dia tidak akan menyianyiakannya. Itulah mereka. Tanpa harus perduli celaan, hinaan dan makian. Walaa yakhofuna lau matalaaim.

Perkaranya adalah lintasan-lintasan hati ini. Bila ornamennya berkumpul akan terbentuk sebuah perahu bernama niat. Mengarahkan perahu itu agar dikagumi penduduk langit. Itu tugasmu dan, tentu saja tugasku.

Ya Allah, ampuni kami jika pada dada kami ada lintasan-lintasan selain-Mu.
Allahumma inna na'udzubika minarriya'.

Allahummarzuqnasysyahadah.
Allahummarzuqnasysyahadah.
Allahummarzuqnasysyahadah Ya Qowiy, Ya Aziz, Ya Robbal 'alamin.

(I dont care!)

14 September 2008

Jika Kita Masih Punya Malu

Amr bin Jamuh,

Dengan pincang kakinya

Tak menghalangi niatnya untuk merindu surga


Imam At Tirmidzi,

Dengan mata butanya,

Menghafal ribuan hadits demi menjaga sunnah rasul-Nya


Syaikh Ahmad Yassin,

Dengan tubuh lumpuhnya,

menggobarkan bara ketakutan dalam dada kaum kera


Kita,

Dengan kaki kita,

Dengan mata kita,

Dengan tubuh kita,

Sudah menghasilkan apa?